Thursday, June 14, 2018

Salah Orang

Dari dulu, gue selalu penasaran kuliah itu kayak gimana.

Tiba-tiba, gue udah besar dan masuk SMA 3. Kemudian, gue kaget dan akhirnya nggak tahu harus gimana. Akhirnya, gue pergi ke kasur. Terus, melakukan kegiatan tidak senonoh, tidur.

3 jam kemudian, gue bangun dan sadar ternyata belom belajar buat Uji Coba Ujian Nasional. Refleks, teriakan gue mengemparkan seisi rumah. "AHHHH!" Untungnya, waktu itu rumah sedang kosong seperti.....

ah, kalo ngomong hati mah udah ketebak.

Bentar lagi, post ini jadi cerita pendek. Yes.

Memang, fokus gue sangat mudah teralihkan. Makanya, orang enggan pacaran sama gue. Takut salah gandeng. Ntar yang digandeng bulu idungnya.

*kemudian terdengar suara dari Tuhan*
"Ailin, jodoh kamu saya extent datengnya ya. 5 tahun lagi, lah, kira-kira."

Padahal kemaren baru aja diextent 10 tahun. Ya sudah, siapa tau umur gue jadi panjang.

Sejujurnya, gue baru kepikiran mau masuk Jurnalistik sewaktu kelas 3 SMA. Sebenernya sih mau masuk Teknik Sipil, cuma sadar aja otak gue sama upil kadang ga beda jauh. Akhirnya, gue keinget suatu mimpi yang belum tercapai, jadi jurnalis. Guepun memutuskan untuk masuk Jurnalistik.

Walaupun gitu, bukan berarti masuk Jurnalistik nggak pake otak dan modal berani + ngomong doang, ya. Tolong itu pola pikirnya diubah dulu jangan kuno-kuno kayak Facebook.

Seorang Jurnalis kudu ngerti semua hal, kudu kepoin hal-hal baru di sekitar, kudu punya insting dan feeling yang kuat, harus bisa bedain kapan pake kudu kapan pake harus kapan pake must.

Kebetulan, saat itu gue belum juga ketemu kuliah yang cocok.

Lalu, timbulah kegalauan mau kuliah di mana. Lihat kanan, adanya pedagang siomay. Tengok kiri, eh ada kang martabak. Akhirnya, gue berguru sama bang siomay gimana caranya bikin martabak.

Setelah 5 bulan berguru, akhirnya gue tahu harus masuk kuliah mana. Yha, gue udah fixed masuk Harvard University, ambil jurusan Teknik Memasak dan Menaburkan Meses Seres Indah.

Tapi, karena gue nggak punya duit, gue tetap realistis dan terarah pada satu tujuan. Setelah menelaah studi-studi Ilmu Komunikasi di Jakarta dan nggak ada yang memincut hati, pilihan guepun jatuh pada kampus telor terkenal Serpong aka UMN aka kampusnya Kompas.

Bisa dibilang ngambil Jurnalistik di UMN adalah pilihan hidup yang cukup tepat. Ya elah, bentar lagi gue kayak ngereview kampus sendiri, nih. Ah, gue kan bukan kampus-blogger.

Kurang lucu, ya.

Hem.

Banyak macem kejadian yang nggak pernah lo sangka, terjadi di Kampus. Terkadang, gue sempat nyesel karena dulu pernah penasaran sama rasanya jadi anak kuliah. Karena, Ailin tetaplah menjadi Ailin, yang tidak pernah kapok membuat dirinya sendiri malu.

Coba, buat kalian dedek-dedek gemas, bayangan seperti nabrak cowok ganteng dan ditolongin, atau cinta jadi benci, diapus aja. Gak usah ngarep, say.

Gue nggak tahu penyebabnya apa, mungkin kacamata gue emang harus ditambah minusnya atau karena gue bodoh dari sananya, entahlah. Karena, hampir setiap hari, gue salah manggil orang. Hampir. Setiap Hari. Jadi, dalam seminggu pasti gue pernah salah orang.

Jadi, pernah waktu itu gue baru aja keluar lift. Karena, gue lagi seneng, yah semua orang gue senyumin. Iya, gue segirang itu orangnya. Pas lift kebuka di lantai tujuan gue, ada seorang cowok mau masuk ke lift. Karena gue asal-asalan hidupnya, gue panggil juga dengan asal, "Hai kak Goris!" sambil melambai-lambaikan tangan dan melemparkan senyum gusi gue yang konon lebar sekali itu.

Sayangnya, yang gue panggil bukan kak Goris.

Kemudian, hal tersebut terjadi lagi minggu depannya. Suatu hari, gue pergi ke salah satu Mall yang ada di BSD. Di sana, gue ketemu sama mantan kakak kelas gue di sekolah dulu.

Dengan begitu percaya diri, gue berteriak lantang, "SISKOOOO!"

Yang diapanggil nengok, gue yakin kali ini nggak mungkin salah orang. Pas beliau nengok, gue langsung menghela napas lega.

Namun, kebahagiaan gue tidak bertahan lama.

DIA NENGOK, TAPI TEBAK DIA NGOMONG APA KE ARAH GUE?

"Siapa sih lu?"

Buset. Saya berasa ditampar sama sekoteng yang masih anget plus gelas belingnya.

Ketus amat, bruh? Setelahnya, gue duduk membelakangi doi. Ye walaupun gue nggak punya malu, tetep aja bro.Kan ada gitu ya urat malu yang nyisa pas waktu haru pemusnahan urat malu...

Yang tadi masih 2 cerita utama, ada lagi nih yang lain. Setiap hari, saat jalan di kampus, ada aja manusia yang gue sapa mengernyitkan kening dan bertanya-tanya, "Ini siapa, sih?"

Kemudian, gue akan lar secepat kilat dengan bodohnya.

Salam kayaknya-minus-gue-nambah-deh,


Theniarti Ailin

Saya, Tidak Sebaik Itu

Seperti biasa, janji untuk produktif di blog ini adalah wacana. Karena, tidak seperti konsep-konsep di blog lain yang menghadirkan banyak konten berguna, blog ini dikonsep sang penulis untuk menjadi sebuah portal tak informatif (apalagi edukatif), tak produktif, dan negativisme-negativisme lainnya.

2018 udah mulai mengalir. Sayangnya, alirannya terlalu deras, mata gue jadi ketutupan dan sukar melihat dengan jelas. Yang gue tahu, aliran itu akan bermuara di laut, entah di laut mana.

Tahun ini penuh dengan kejutan, dari yang bikin gue kaget banget sampe hampir pingsan karena denger kabar beritanya. Iya, gue makin alay salah satunya.

Salah satunya lagi, gue lolos seleksi jadi anggota radio kampus. Sekarang, udah berjalan 5 bulan dan gue masih tetap kaget.

Bukannya nggak bersyukur, gue cuma nggak nyangka sama sekali. Hati gue sering banget bertanya-tanya, "Seleksi seketat ini, apakah mereka mungkin salah nama, ya? Ketuker mungkin gue sama Taylor Sutimah Sekar..." 

Well, let me be honest.

Sebenarnya, gue sama sekali nggak siap buat keterima. Dimulai dari tahap formulir, wawancara, dan lolos sampai tahap paling akhir. Semuanya terasa sulit, lalu gue sempat berpikir, "Sebenarnya, gue ini harus bersyukur atau khayang 180 derajat atau lompat dari bahtera rumah tangga Inul, ya..."

Ibarat lo sakit perut, ngebet pengen poop, tapi sebenernya nggak pengen-pengen amat. Jadi, nanti lu jatuhnya cuma keluarin kentut. Gue takut kalau dengan ketrimanya gue, kerja jadi nggak maksimal.

Apalagi, kebiasaan gue yang belum juga hilang: menunda pekerjaan sampai mepet. Entah kenapa, kalo mepet malah jadinya banyak ide yang berseliweran gitu, lho. Penyakit apa berkah sih ini?
 
Gue kadang juga bingung gimana caranya membagi waktu dengan benar, sampai-sampai harus ada yang gue relakan, harus ada yang gue tinggalkan, sampai-sampai gue diomelin salah satu koordinator divisi di salah satu acara karena lalai mengatur jadwal.

Gue nggak tahu ya, tapi kayaknya sudah menjadi kebiasaan gue buat memprokrastinasi segala bidang kegiatan, bahkan walaupun gue niat dengan kegiatan itu sekalipun.

Ini nggak baik, teman-teman. Alhasil, sekarang, banyak tugas gue yang numpuk dan gue nggak ngerti harus dari mana mulainya.Tugas gue kayak tanaman yang udah gue beli, tapi nggak pernah gue sentuh dan rawat.

Akhirnya, tanaman yang nggak pernah dikasih pupuk akan perlahan mati begitu saja.

Semua ini persis terjadi karena gue salah satu divisi penulis berita di media kampus. Di mana, gue selalu dapat desk yang menurut gue sulit. Namun, karena kesulitan yang terus menghantui, gue malah menunda-nunda pengerjaannya.

Gue tau ini nggak bagus, tapi gue juga nggak mau tahu dan gak peduli juga kalau beritanya nggak jadi-jadi.

Semua ini membuat gue selalu doubting myself karena emang ya-gimana. Gue nyatanya emang nggak mampu kerjain segala yang udah gue janjiin buat dikomit.

See? Gue nggak sebaik itu.

Ah. Semoga gue bisa berubah.

Sekian curhatnya,



Theniarti Ailin